Berkah dari Praktik Ningsih Tinampi, Ekonomi di Kampung Berdenyut
HARI yang sibuk bagi Jumaiah. Dari pagi sampai sore dia harus berkutat melayani pembeli di warung makan di bagian depan rumahnya.
Ada mi ayam, soto, sampai ayam geprek, tersedia di warung yang berjarak hanya satu rumah dari tempat praktik terapi Ningsih Tinampi itu.
Selain membuka warung makan, Jumaiah menyewakan tiga kamar di dalam rumahnya. ”Kebetulan sudah keisi semua,” ucapnya pada Rabu (12/2) siang dua pekan lalu itu.
Jumaiah hanyalah salah satu yang memetik berkah membeludaknya pasien Ningsih. Saat ini hampir setiap rumah di gang yang sama dengan tempat praktik Ningsih di Desa Karangjati, Kabupaten Pasuruan, itu membuka usaha. Mulai warung makan, toko kelontong, penyewaan kamar, penyewaan mobil travel, hingga toilet umum.
Jarak tempat praktik tersebut dari Jalan Raya Surabaya–Malang sekitar 100 meter. Tapi, di sepanjang gang yang hanya selebar 2 meter itu, ada delapan warung makan. Belum termasuk toilet umum dan toko kelontong yang juga berjajar.
Jumaiah menyebutkan, ramainya orang yang berkunjung makin terasa dalam setahun terakhir. ”Dulu kampung ini ya kayak kampung-kampung lain. Suepi koyok kuburan,” ucapnya.
Buwadi, tetangga Ningsih yang lain, juga merasakan dampak gairah ekonomi tersebut. Dia saat ini punya tiga kamar yang disewakan di rumahnya. Selain itu, dia membuka warung kopi kecil-kecilan.
Buwadi menjelaskan, dua di antara tiga kamar yang disewakan adalah bangunan tambahan baru. ”Baru dua bulan terakhir ini jadi. Pas masih mbangun aja, sudah ada orang yang datang buat nyewa,” ungkapnya.
Selain praktik pengobatannya membuat aktivitas ekonomi di lingkungannya meningkat, Ningsih dikenal kerap memberikan bantuan langsung kepada penduduk sekitar. Buwadi menyebutkan, tiap bulan Ningsih hampir menghabiskan 2 ton beras untuk dibagikan ke tetangga maupun warga desa sekitar yang membutuhkan. ”Orangnya tetap baik. Nggak sombong masio saiki wis sugih (tidak sombong meski sekarang sudah kaya, Red),” kata Buwadi.